𝗨𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿𝗮 𝗡𝗴𝗮𝗺𝗼𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗡𝗲𝗯𝗲𝘀 𝗥𝗮𝘁𝘂 𝗧𝗮𝗽𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗗𝗲𝘀𝗮 𝗔𝗱𝗮𝘁 𝗦𝗶𝗱𝗮𝗻, 𝗚𝗶𝗿𝗶 𝗣𝗿𝗮𝘀𝘁𝗮 𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻 𝗪𝗮𝗿𝗴𝗮 𝗧𝗲𝘁𝗮𝗽 𝗦𝗮𝗴𝘂𝘆𝘂𝗯 𝗦𝗮𝗹𝘂𝗻𝗴𝗹𝘂𝗻𝗴 𝗦𝗮𝗯𝗮𝘆𝗮𝗻𝘁𝗮𝗸𝗮 - LENSA BALI

Hot


Sabtu, 15 November 2025

𝗨𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿𝗮 𝗡𝗴𝗮𝗺𝗼𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗡𝗲𝗯𝗲𝘀 𝗥𝗮𝘁𝘂 𝗧𝗮𝗽𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗗𝗲𝘀𝗮 𝗔𝗱𝗮𝘁 𝗦𝗶𝗱𝗮𝗻, 𝗚𝗶𝗿𝗶 𝗣𝗿𝗮𝘀𝘁𝗮 𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻 𝗪𝗮𝗿𝗴𝗮 𝗧𝗲𝘁𝗮𝗽 𝗦𝗮𝗴𝘂𝘆𝘂𝗯 𝗦𝗮𝗹𝘂𝗻𝗴𝗹𝘂𝗻𝗴 𝗦𝗮𝗯𝗮𝘆𝗮𝗻𝘁𝗮𝗸𝗮


Upacara Ngamongan Nebes Ratu Tapakan Desa Adat Sidan, Giri Prasta Pesan Warga Tetap Saguyub Salunglung Sabayantaka

BADUNG, Lensabali.id - Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, mengapresiasi kekompakan warga Desa Adat Sidan, Desa Belok Sidan, yang terus menjaga adat dan budaya secara turun-temurun. Ia menyebut solidaritas warga sebagai kekuatan penting dalam mempertahankan tradisi. “Saya bersyukur warga memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan adat istiadat yang diwariskan leluhur,” ujarnya saat menghadiri Upacara Nebes Ratu Tapakan, Jumat (14/11).

Prosesi Nebes Ratu Tapakan menjadi awal dari perbaikan atau ngodak palinggihan barong yang disungsung desa setempat. Didampingi Wakil Bupati Badung, Bagus Alit Sucipta, Wagub Giri Prasta turut mengikuti rangkaian upacara tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap adat setempat.

Sebanyak 17 barong akan diperbaiki tahun ini menggunakan dana hibah Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp1,376 miliar. Barong-barong tersebut terakhir dipugar sekitar 15 tahun lalu sehingga kini membutuhkan perbaikan menyeluruh.

Dalam kesempatan itu, Wagub Giri Prasta mengimbau masyarakat agar tetap hidup dalam semangat kebersamaan. Ia menegaskan pentingnya nilai “saguyub salunglung sabayantaka, paras-paros, lan saling asah, asih, asuh” untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan sejahtera. 
 
Upacara Ngamongan Nebes Ratu Tapakan Desa Adat Sidan, Giri Prasta Pesan Warga Tetap Saguyub Salunglung Sabayantaka

Ia kemudian mengisahkan asal-usul barong di Desa Adat Sidan, yang bersumber dari cerita tentang Dewa Ciwa dan Dewi Parwati. Dalam kisah itu, Dewa Ciwa turun ke dunia sebagai rare angon demi membantu istrinya yang sedang menjalankan tugas.

Namun, Dewi Parwati membakar lontar tenung yang menyebabkan perubahan besar di Desa Plaga, sehingga muncul barong merah sebagai simbol kekuatan baru. Karena tindakannya, Dewi Parwati dikutuk menjadi Dewi Durga.

Dikisahkan pula bahwa Dewa Ciwa kemudian turun kembali sebagai bairawi atau barong merah untuk bertemu istrinya. Tradisi “ngereh” di setra menjadi penanda pertemuan tersebut.

Dari keduanya lahirlah empat putra: Kepah, Kepuh, Pule, dan Punyan Jaran. Punyan Jaran dikenang sebagai bunga jepun, sehingga setiap pura diwajibkan memiliki pohon jepun sebagai simbol suci.

Sebagai bentuk dukungan, Wagub Giri Prasta menyerahkan punia sebesar Rp25 juta untuk pelaksanaan upacara dan pelestarian tradisi. (hms/ap)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar