DENPASAR, Lensabali.id - Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menegaskan akan mengingatkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dody Hanggodo terkait janji pemerintah untuk melakukan normalisasi sungai di Bali. Langkah ini menyusul banyaknya keluhan warga akibat banjir besar yang melanda sejumlah wilayah pada 10 September lalu.
Anggota DPD RI asal Bali, Ni Luh Djelantik, menyampaikan hal itu dalam pertemuan bersama para kepala lingkungan yang terdampak luapan sungai di Denpasar, Rabu (5/11/2025). “Semua masukan hari ini akan kami teruskan langsung kepada menteri, bukan lagi ke kementerian. Pimpinan komite dua akan mengingatkan kembali janji tersebut secara tertulis, karena janji tanpa tindak lanjut tidak ada artinya,” ujarnya.
Kunjungan kerja Komite II DPD RI kali ini difokuskan pada isu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, sejumlah sungai besar seperti Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Teba, Tukad Yeh Poh, dan Tukad Anyar mengalami pendangkalan parah akibat sedimentasi dan penumpukan sampah.
Menurut laporan para kepala lingkungan, normalisasi sungai di kawasan tersebut terakhir dilakukan lebih dari lima tahun lalu. Beberapa daerah seperti Pemecutan Kelod, Legian, dan Pemogan bahkan harus melakukan pengerukan secara swadaya karena belum ada tindakan dari pemerintah pusat.
DPD menilai kondisi ini perlu segera direspons mengingat musim hujan akan segera tiba, dan puncaknya diperkirakan terjadi pada awal tahun 2026. “Yang dibutuhkan bukan sekadar beautifikasi, tapi pengerukan mendalam agar aliran air tidak meluap saat curah hujan tinggi,” kata Ni Luh Djelantik.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI, Angelius Wake Kako, menambahkan bahwa hasil pertemuan dengan masyarakat dan Balai Wilayah Sungai (BWS) akan ditindaklanjuti dengan surat resmi kepada Menteri PUPR. “Sudah ada komitmen dari BWS dan Dinas KLH untuk bekerja sama dengan masyarakat menyelesaikan masalah sedimentasi, normalisasi, serta pembangunan sandaran sungai,” jelasnya.
Ia mengakui bahwa banyak wilayah di Bali memerlukan perbaikan infrastruktur sungai, namun keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama. Karena itu, DPD mendorong kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah untuk menjaga daerah resapan air.
“Hampir puluhan desa meminta perbaikan, tapi jika semua dilakukan sekaligus, tentu tidak memungkinkan secara fiskal. Maka, perlu gerakan bersama untuk menanam kembali dan menghijaukan sempadan sungai agar daya serap air meningkat,” pungkas Angelius. (*/ap)
Anggota DPD RI asal Bali, Ni Luh Djelantik, menyampaikan hal itu dalam pertemuan bersama para kepala lingkungan yang terdampak luapan sungai di Denpasar, Rabu (5/11/2025). “Semua masukan hari ini akan kami teruskan langsung kepada menteri, bukan lagi ke kementerian. Pimpinan komite dua akan mengingatkan kembali janji tersebut secara tertulis, karena janji tanpa tindak lanjut tidak ada artinya,” ujarnya.
Kunjungan kerja Komite II DPD RI kali ini difokuskan pada isu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, sejumlah sungai besar seperti Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Teba, Tukad Yeh Poh, dan Tukad Anyar mengalami pendangkalan parah akibat sedimentasi dan penumpukan sampah.
Menurut laporan para kepala lingkungan, normalisasi sungai di kawasan tersebut terakhir dilakukan lebih dari lima tahun lalu. Beberapa daerah seperti Pemecutan Kelod, Legian, dan Pemogan bahkan harus melakukan pengerukan secara swadaya karena belum ada tindakan dari pemerintah pusat.
DPD menilai kondisi ini perlu segera direspons mengingat musim hujan akan segera tiba, dan puncaknya diperkirakan terjadi pada awal tahun 2026. “Yang dibutuhkan bukan sekadar beautifikasi, tapi pengerukan mendalam agar aliran air tidak meluap saat curah hujan tinggi,” kata Ni Luh Djelantik.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI, Angelius Wake Kako, menambahkan bahwa hasil pertemuan dengan masyarakat dan Balai Wilayah Sungai (BWS) akan ditindaklanjuti dengan surat resmi kepada Menteri PUPR. “Sudah ada komitmen dari BWS dan Dinas KLH untuk bekerja sama dengan masyarakat menyelesaikan masalah sedimentasi, normalisasi, serta pembangunan sandaran sungai,” jelasnya.
Ia mengakui bahwa banyak wilayah di Bali memerlukan perbaikan infrastruktur sungai, namun keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama. Karena itu, DPD mendorong kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah untuk menjaga daerah resapan air.
“Hampir puluhan desa meminta perbaikan, tapi jika semua dilakukan sekaligus, tentu tidak memungkinkan secara fiskal. Maka, perlu gerakan bersama untuk menanam kembali dan menghijaukan sempadan sungai agar daya serap air meningkat,” pungkas Angelius. (*/ap)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar