BADUNG, Lensabali.id - Dinas Kebudayaan Badung menetapkan aturan baru untuk Lomba Ogoh-Ogoh 2026 dan kali ini ketentuannya dibuat lebih ketat. Penyesuaian tersebut menjadi langkah awal untuk memastikan karya yang tampil benar-benar mencerminkan kreativitas pemuda lokal.
Sejumlah poin penting diberlakukan, termasuk kewajiban menggunakan material yang ramah lingkungan serta melibatkan undagi asli Badung dalam proses perancangan dan pengerjaan ogoh-ogoh.
Kadisbud Badung, I Gde Eka Sudarwitha, mengatakan bahwa aturan ini dirancang agar proses pembuatan ogoh-ogoh kembali ke roh utamanya, yakni dikerjakan oleh sekaa teruna dan yowana. “Utamanya juga terkait dengan kedisiplinan peserta agar betul-betul pembuatan ogoh-ogoh dibuat oleh sekaa teruna dan yowana,” ujarnya, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, pengetatan kriteria bukan hanya soal teknis, tetapi juga edukasi budaya. Generasi muda didorong untuk memahami makna dan filosofi ogoh-ogoh yang selama ini menjadi bagian penting tradisi di Gumi Keris.
Untuk memperkuat pemahaman tersebut, Disbud Badung menggelar workshop sosialisasi di Puspem Badung pada hari yang sama. Kegiatan ini diikuti oleh sekaa teruna dan yowana dari seluruh kecamatan.
Workshop menghadirkan sejumlah maestro ogoh-ogoh dan seniman patung yang telah lama berkecimpung di dunia seni rupa Bali. Di antaranya hadir Marmar Herayukti, AA Gede Agung Rahma Putra, Nyoman Sungada, dan kreator Badung, Arif Suciawan.
Para narasumber ini membawakan materi dari berbagai sudut pandang, mulai dari konstruksi, karakter, hingga pemahaman mendalam mengenai konsep ogoh-ogoh sebagai simbol perlawanan terhadap sifat negatif manusia.
Sudarwitha menegaskan bahwa aturan baru tersebut diharapkan dapat menghasilkan karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga relevan secara filosofis dan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Ia berharap langkah penyempurnaan ini memberi ruang kreasi yang lebih sehat bagi anak muda Badung. “Dengan demikian, dapat bermakna dan menjadi ruang kreatif bagi generasi muda, utamanya sekaa teruna dan yowana yang ada di Kabupaten Badung,” tutupnya.(*/ap)
Sejumlah poin penting diberlakukan, termasuk kewajiban menggunakan material yang ramah lingkungan serta melibatkan undagi asli Badung dalam proses perancangan dan pengerjaan ogoh-ogoh.
Kadisbud Badung, I Gde Eka Sudarwitha, mengatakan bahwa aturan ini dirancang agar proses pembuatan ogoh-ogoh kembali ke roh utamanya, yakni dikerjakan oleh sekaa teruna dan yowana. “Utamanya juga terkait dengan kedisiplinan peserta agar betul-betul pembuatan ogoh-ogoh dibuat oleh sekaa teruna dan yowana,” ujarnya, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, pengetatan kriteria bukan hanya soal teknis, tetapi juga edukasi budaya. Generasi muda didorong untuk memahami makna dan filosofi ogoh-ogoh yang selama ini menjadi bagian penting tradisi di Gumi Keris.
Untuk memperkuat pemahaman tersebut, Disbud Badung menggelar workshop sosialisasi di Puspem Badung pada hari yang sama. Kegiatan ini diikuti oleh sekaa teruna dan yowana dari seluruh kecamatan.
Workshop menghadirkan sejumlah maestro ogoh-ogoh dan seniman patung yang telah lama berkecimpung di dunia seni rupa Bali. Di antaranya hadir Marmar Herayukti, AA Gede Agung Rahma Putra, Nyoman Sungada, dan kreator Badung, Arif Suciawan.
Para narasumber ini membawakan materi dari berbagai sudut pandang, mulai dari konstruksi, karakter, hingga pemahaman mendalam mengenai konsep ogoh-ogoh sebagai simbol perlawanan terhadap sifat negatif manusia.
Sudarwitha menegaskan bahwa aturan baru tersebut diharapkan dapat menghasilkan karya yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga relevan secara filosofis dan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Ia berharap langkah penyempurnaan ini memberi ruang kreasi yang lebih sehat bagi anak muda Badung. “Dengan demikian, dapat bermakna dan menjadi ruang kreatif bagi generasi muda, utamanya sekaa teruna dan yowana yang ada di Kabupaten Badung,” tutupnya.(*/ap)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar