DENPASAR, Lensabali.id - Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali menyalurkan kredit industri padat karya (KIPK) untuk pertama kalinya, sebagai bagian dari kerja sama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mendorong pembiayaan sektor produktif.
“Ini penyaluran perdana, karena salah satu syaratnya, debitur wajib mempekerjakan sedikitnya 50 tenaga kerja,” ujar Direktur Utama BPD Bali, I Nyoman Sudharma, di Denpasar, Kamis (23/10/2025).
Program KIPK ini disalurkan kepada CV Pelangi Denpasar, sebuah UMKM yang bergerak di bidang produksi kue dan roti, dengan nilai kredit Rp2 miliar. Pemerintah melalui Kemenperin memberikan subsidi bunga 5 persen, sehingga debitur hanya menanggung bunga rendah sebesar 6 persen per tahun.
Sudharma menyebut, penyaluran kredit tersebut diharapkan mampu memperkuat modal usaha sekaligus meningkatkan kapasitas produksi dan penyerapan tenaga kerja. “Dengan bunga lebih ringan, biaya produksi bisa ditekan dan daya saing industri ikut terjaga. KIPK akan memberikan efek positif bagi sektor padat karya,” jelasnya.
Meski Bali bukan daerah industri besar, ia optimistis skema KIPK akan tumbuh. Saat ini, BPD Bali tengah melakukan pemetaan terhadap usaha potensial penerima kredit, termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memanfaatkan basis data usaha yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan.
BPD Bali juga tengah mengevaluasi dua UMKM lain yang berpotensi menerima KIPK, masing-masing di Klungkung (usaha fesyen berbasis kain endek dan songket) serta Jembrana (usaha furnitur berorientasi ekspor).
Sementara itu, pemilik CV Pelangi, Ketut Mudita, mengaku sangat terbantu dengan kredit tersebut. Usahanya yang kini mempekerjakan 90 orang akan menambah mesin produksi baru untuk mendorong kapasitas hingga 40 persen dan meningkatkan omzet bulanan yang kini sekitar Rp300 juta. “Saya sangat gembira dengan adanya KIPK ini sebagai tambahan modal tahun depan,” ujarnya.
Produk CV Pelangi saat ini dipasarkan ke hotel, restoran, kafe, dan pasar tradisional di Bali. Program KIPK sendiri menjadi bagian dari upaya Kemenperin menggandeng 12 lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit ke enam subsektor utama: makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak. (apn)
“Ini penyaluran perdana, karena salah satu syaratnya, debitur wajib mempekerjakan sedikitnya 50 tenaga kerja,” ujar Direktur Utama BPD Bali, I Nyoman Sudharma, di Denpasar, Kamis (23/10/2025).
Program KIPK ini disalurkan kepada CV Pelangi Denpasar, sebuah UMKM yang bergerak di bidang produksi kue dan roti, dengan nilai kredit Rp2 miliar. Pemerintah melalui Kemenperin memberikan subsidi bunga 5 persen, sehingga debitur hanya menanggung bunga rendah sebesar 6 persen per tahun.
Sudharma menyebut, penyaluran kredit tersebut diharapkan mampu memperkuat modal usaha sekaligus meningkatkan kapasitas produksi dan penyerapan tenaga kerja. “Dengan bunga lebih ringan, biaya produksi bisa ditekan dan daya saing industri ikut terjaga. KIPK akan memberikan efek positif bagi sektor padat karya,” jelasnya.
Meski Bali bukan daerah industri besar, ia optimistis skema KIPK akan tumbuh. Saat ini, BPD Bali tengah melakukan pemetaan terhadap usaha potensial penerima kredit, termasuk bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memanfaatkan basis data usaha yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan.
BPD Bali juga tengah mengevaluasi dua UMKM lain yang berpotensi menerima KIPK, masing-masing di Klungkung (usaha fesyen berbasis kain endek dan songket) serta Jembrana (usaha furnitur berorientasi ekspor).
Sementara itu, pemilik CV Pelangi, Ketut Mudita, mengaku sangat terbantu dengan kredit tersebut. Usahanya yang kini mempekerjakan 90 orang akan menambah mesin produksi baru untuk mendorong kapasitas hingga 40 persen dan meningkatkan omzet bulanan yang kini sekitar Rp300 juta. “Saya sangat gembira dengan adanya KIPK ini sebagai tambahan modal tahun depan,” ujarnya.
Produk CV Pelangi saat ini dipasarkan ke hotel, restoran, kafe, dan pasar tradisional di Bali. Program KIPK sendiri menjadi bagian dari upaya Kemenperin menggandeng 12 lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit ke enam subsektor utama: makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak. (apn)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar