DENPASAR, Lensabali.id – Pemerintah Provinsi Bali mencatat lebih dari 1.300 ibu hamil telah terdata sebagai calon penerima program insentif Nyoman dan Ketut, yang diperuntukkan bagi mereka yang sedang mengandung anak ketiga dan keempat. Program ini merupakan inisiatif Pemprov Bali untuk menjaga keseimbangan demografis serta melestarikan penamaan tradisional khas Pulau Dewata.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali, I Nyoman Gede Anom, menjelaskan bahwa pendataan dilakukan sejak Mei hingga Oktober 2025. “Data yang kami dapatkan mulai Mei karena akan melahirkan tahun 2026, sampai terakhir kemarin Oktober, yang mengandung Nyoman dan Ketut atau hamil anak ketiga dan keempat keseluruhan itu sekitar 1.300 orang,” ujarnya di Denpasar, Rabu (12/11).
Jumlah tersebut hanya sekitar 5,2 persen dari total 25.000 ibu hamil di Bali, yang menunjukkan semakin sedikitnya anak dengan nama depan Nyoman dan Ketut. “Kalau tidak didorong dengan insentif ini, lama-lama nama Nyoman dan Ketut bisa punah,” kata Anom menegaskan.
Program insentif ini masih dalam tahap perancangan. Dinas Kesehatan akan bertanggung jawab pada aspek layanan kesehatan, mulai dari masa kehamilan, persalinan, hingga anak melewati usia balita. “Untuk data ibu dan anak sudah siap, dan kami terus bergerak mendata,” katanya.
Rancangan program mencakup bantuan biaya kesehatan untuk ibu hamil hingga melahirkan, serta dukungan pangan bagi anak sampai usia balita. “Detailnya nanti di Pak Gubernur, tapi intinya insentif mencakup kesehatan ibu hamil dan anak, serta bantuan pangan,” jelas Anom.
Ia menambahkan, fasilitas program ini dapat dimanfaatkan di seluruh rumah sakit dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau sistem rujukan resmi. Dengan begitu, penerima manfaat bisa mengakses layanan dengan lebih mudah di berbagai wilayah Bali.
Meski belum ditentukan besaran anggaran, Pemprov Bali memastikan program ini akan mulai diluncurkan pada tahun 2026, sejalan dengan program Keluarga Berencana Bali Empat Anak yang tengah digencarkan.
Anom menilai, kebijakan ini bukan semata-mata soal insentif finansial, melainkan juga upaya menjaga warisan budaya dan sistem penamaan tradisional Bali. “Ini bukan hanya bantuan, tapi bentuk nyata pelestarian identitas Bali,” tuturnya.
Pemprov Bali berharap, melalui program Nyoman dan Ketut ini, semangat budaya lokal tetap terjaga di tengah perubahan zaman dan masyarakat semakin terdorong untuk mencintai kembali nilai-nilai tradisional Bali. (*/ap)
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali, I Nyoman Gede Anom, menjelaskan bahwa pendataan dilakukan sejak Mei hingga Oktober 2025. “Data yang kami dapatkan mulai Mei karena akan melahirkan tahun 2026, sampai terakhir kemarin Oktober, yang mengandung Nyoman dan Ketut atau hamil anak ketiga dan keempat keseluruhan itu sekitar 1.300 orang,” ujarnya di Denpasar, Rabu (12/11).
Jumlah tersebut hanya sekitar 5,2 persen dari total 25.000 ibu hamil di Bali, yang menunjukkan semakin sedikitnya anak dengan nama depan Nyoman dan Ketut. “Kalau tidak didorong dengan insentif ini, lama-lama nama Nyoman dan Ketut bisa punah,” kata Anom menegaskan.
Program insentif ini masih dalam tahap perancangan. Dinas Kesehatan akan bertanggung jawab pada aspek layanan kesehatan, mulai dari masa kehamilan, persalinan, hingga anak melewati usia balita. “Untuk data ibu dan anak sudah siap, dan kami terus bergerak mendata,” katanya.
Rancangan program mencakup bantuan biaya kesehatan untuk ibu hamil hingga melahirkan, serta dukungan pangan bagi anak sampai usia balita. “Detailnya nanti di Pak Gubernur, tapi intinya insentif mencakup kesehatan ibu hamil dan anak, serta bantuan pangan,” jelas Anom.
Ia menambahkan, fasilitas program ini dapat dimanfaatkan di seluruh rumah sakit dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau sistem rujukan resmi. Dengan begitu, penerima manfaat bisa mengakses layanan dengan lebih mudah di berbagai wilayah Bali.
Meski belum ditentukan besaran anggaran, Pemprov Bali memastikan program ini akan mulai diluncurkan pada tahun 2026, sejalan dengan program Keluarga Berencana Bali Empat Anak yang tengah digencarkan.
Anom menilai, kebijakan ini bukan semata-mata soal insentif finansial, melainkan juga upaya menjaga warisan budaya dan sistem penamaan tradisional Bali. “Ini bukan hanya bantuan, tapi bentuk nyata pelestarian identitas Bali,” tuturnya.
Pemprov Bali berharap, melalui program Nyoman dan Ketut ini, semangat budaya lokal tetap terjaga di tengah perubahan zaman dan masyarakat semakin terdorong untuk mencintai kembali nilai-nilai tradisional Bali. (*/ap)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar