DENPASAR, Lensabali.id - Rangkaian Karya Padudusan Agung Mamungkah Ngenteg Linggih Tawur Balik Sumpah Makrama di Puri Agung Jro Kuta, Denpasar, dimeriahkan dengan pelaksanaan prosesi Nyenuk pada Sabtu (11/10). Upacara sakral ini berlangsung penuh makna dan antusiasme, setelah terakhir kali digelar lebih dari enam dekade lalu.
Ketua Panitia, I Gusti Ngurah Bagus Manu Raditya, mengatakan prosesi Nyenuk menjadi simbol rasa syukur masyarakat atas terlaksananya upacara besar tersebut. “Mulai hari ini hingga tiga hari ke depan, kami akan melaksanakan tahap penutupan seluruh rangkaian Padudusan Agung,” ujarnya di sela kegiatan.
Ritual Nyenuk melibatkan warga dari Banjar Balun, Banjar Panti Gede, dan Banjar Belong Gede, yang membawa berbagai persembahan seperti banten, hasil bumi, serta kesenian tradisional berupa tarian dan tabuhan gamelan. Iring-iringan warga berjalan sejauh 1 kilometer melintasi sejumlah jalan utama Denpasar sebelum kembali ke puri.
Para peserta mengenakan pakaian adat dengan warna berbeda merah, kuning, putih, hitam, dan loreng yang mencerminkan arah mata angin menurut konsep Hindu. “Warna-warna itu melambangkan para tamu dari empat penjuru, yang datang membawa persembahan kepada Ida Bathara,” jelas Manu.
Usai pawai, peserta disambut oleh penari Dalem Sidakarya, sosok simbolis dalam setiap upacara besar sebagai penanda kesucian dan keberhasilan ritual. Iringan gamelan dan tembang tradisional menambah kemeriahan prosesi sebelum ditutup dengan sembahyang bersama untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan.
Menurut Manu, Nyenuk merupakan wujud ketulusan dan rasa terima kasih masyarakat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kelancaran pelaksanaan upacara Padudusan Agung. Ia juga menyinggung bahwa ritual ini menjadi bentuk doa bersama setelah Denpasar dilanda banjir beberapa waktu lalu. (ap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar