Ketua GOW Bangli, Suciati Diar, menegaskan bahwa masa depan yang cerah tidak akan tercapai melalui keputusan yang terburu-buru. Ia juga mengingatkan para remaja agar memprioritaskan pendidikan dan berfokus membangun masa depan yang lebih baik.
“Pernikahan dini bisa berdampak pada terhentinya pendidikan, tertundanya cita-cita, serta risiko kegagalan dalam rumah tangga dan kesehatan reproduksi,” ujarnya di Bangli, Kamis.
Suciati mengimbau para remaja untuk memanfaatkan masa muda sebaik mungkin dengan belajar, berkarya, dan berprestasi. Selain membahas soal pernikahan dini dan kehamilan pranikah, kegiatan ini juga memberikan edukasi kepada siswa SMKN 4 Bangli dan SMKN 1 Susut mengenai pencegahan perundungan sebagai upaya melindungi anak-anak dan memberdayakan perempuan.
Meski tidak merinci jumlah kasus pernikahan dini atau kehamilan pranikah di Bali, ia menekankan pentingnya menjaga diri dan bijak dalam pergaulan.
Berdasarkan data BKKBN, pada tahun 2024 terdapat sekitar 18 kelahiran dari setiap 1.000 perempuan berusia 15–19 tahun di Indonesia. Fenomena ini menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan aspek sosial remaja.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan bahwa pada tahun 2024 proporsi perempuan yang melahirkan anak pertama sebelum usia 20 tahun di Bali mencapai 0,197 per 1.000 perempuan. Tiga kabupaten dengan angka tertinggi adalah Buleleng (0,330), Karangasem (0,306), dan Bangli (0,300).
Masih menurut BPS, proporsi perempuan Bali berusia 20–24 tahun yang menikah atau hidup bersama sebelum usia 18 tahun mencapai 3,37 persen, lebih rendah dibandingkan angka nasional sebesar 5,90 persen. (ap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar