DENPASAR, Lensabali.id - Kepolisian Daerah Bali menetapkan satu oknum anggotanya sebagai tersangka dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terungkap di Pelabuhan Benoa, Denpasar. Oknum tersebut berinisial IPS, dan kini tengah menjalani proses penyelidikan internal.
Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol. Ariasandy, mengungkapkan IPS terlibat aktif dalam proses perekrutan calon Anak Buah Kapal (ABK). “Ada yang kita amankan, inisial IPS. Dia mencari, merekrut, dan berkoordinasi dengan agen-agen perekrut,” jelasnya di Denpasar, Sabtu (25/10/2025).
Dijelaskan Ariasandy, IPS merupakan anggota di salah satu subdirektorat Polda Bali dan saat ini ditangani oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk penyelidikan lebih lanjut. Selain IPS, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya yang telah ditahan sejak 16 Oktober 2025 di Rutan Polda Bali.
Dengan tambahan satu oknum polisi tersebut, total tersangka kasus TPPO di Benoa kini mencapai enam orang, masing-masing berinisial MAS, JS, I, R, TS, dan IPS. Mereka disebut memiliki peran berbeda dalam menjalankan praktik perdagangan orang tersebut.
“Perannya ada yang mencari melalui agen, ada yang membantu pengurusan dokumen seperti buku pelaut, dan lain-lain. Jadi semuanya punya peran masing-masing,” ujar Ariasandy.
Ia menuturkan, modus operandi para tersangka ialah merekrut calon ABK dengan janji gaji tinggi, namun kemudian menjerat mereka dengan utang dan memperlakukan tidak manusiawi selama di penampungan. “Modusnya adalah merekrut orang untuk bekerja di kapal cumi, tapi tidak sesuai kesepakatan. Tempat penampungannya juga tidak layak, tanpa MCK dan makanan yang memadai,” katanya.
Dari hasil penyidikan, polisi menjerat tersangka R, TS, MAS, dan JS dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO Juncto Pasal 55 KUHP. Sementara IPS dan I dijerat dengan pasal serupa ditambah Pasal 8 Ayat (1) undang-undang yang sama.
Kasus ini bermula dari pemeriksaan KM Awindo 2A di perairan Benoa pada 15 Agustus 2025. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi kuat praktik perdagangan orang di kapal tersebut. Penyelidikan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap para korban, yang sebagian mengalami trauma.
Hingga kini, tercatat 21 orang korban telah diserahkan ke Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2 September 2025. Polisi juga bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk memberikan pendampingan hukum bagi para korban. (apn)
Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol. Ariasandy, mengungkapkan IPS terlibat aktif dalam proses perekrutan calon Anak Buah Kapal (ABK). “Ada yang kita amankan, inisial IPS. Dia mencari, merekrut, dan berkoordinasi dengan agen-agen perekrut,” jelasnya di Denpasar, Sabtu (25/10/2025).
Dijelaskan Ariasandy, IPS merupakan anggota di salah satu subdirektorat Polda Bali dan saat ini ditangani oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk penyelidikan lebih lanjut. Selain IPS, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya yang telah ditahan sejak 16 Oktober 2025 di Rutan Polda Bali.
Dengan tambahan satu oknum polisi tersebut, total tersangka kasus TPPO di Benoa kini mencapai enam orang, masing-masing berinisial MAS, JS, I, R, TS, dan IPS. Mereka disebut memiliki peran berbeda dalam menjalankan praktik perdagangan orang tersebut.
“Perannya ada yang mencari melalui agen, ada yang membantu pengurusan dokumen seperti buku pelaut, dan lain-lain. Jadi semuanya punya peran masing-masing,” ujar Ariasandy.
Ia menuturkan, modus operandi para tersangka ialah merekrut calon ABK dengan janji gaji tinggi, namun kemudian menjerat mereka dengan utang dan memperlakukan tidak manusiawi selama di penampungan. “Modusnya adalah merekrut orang untuk bekerja di kapal cumi, tapi tidak sesuai kesepakatan. Tempat penampungannya juga tidak layak, tanpa MCK dan makanan yang memadai,” katanya.
Dari hasil penyidikan, polisi menjerat tersangka R, TS, MAS, dan JS dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO Juncto Pasal 55 KUHP. Sementara IPS dan I dijerat dengan pasal serupa ditambah Pasal 8 Ayat (1) undang-undang yang sama.
Kasus ini bermula dari pemeriksaan KM Awindo 2A di perairan Benoa pada 15 Agustus 2025. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi kuat praktik perdagangan orang di kapal tersebut. Penyelidikan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap para korban, yang sebagian mengalami trauma.
Hingga kini, tercatat 21 orang korban telah diserahkan ke Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2 September 2025. Polisi juga bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk memberikan pendampingan hukum bagi para korban. (apn)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar