DENPASAR, Lensabali.id - Asosiasi Penukaran Valuta Asing (PVA) di Bali memastikan tempat penukaran uang atau money changer yang melakukan praktik curang di kawasan Ubud, Gianyar, tidak memiliki izin resmi dari otoritas terkait alias beroperasi secara ilegal.
Ketua Afiliasi Penukaran Valuta Asing Bali, Ayu Astuti Dhama, menyatakan keberadaan money changer ilegal tersebut merugikan pelaku usaha resmi dan tidak memberikan kontribusi kepada negara.
“Kami keberatan dengan keberadaan mereka karena tidak berkontribusi kepada negara, tidak membayar pajak, dan menjalankan usaha serupa dengan kami yang memiliki izin,” ujar Ayu di Denpasar, Rabu (15/10).
Ayu meminta aparat dan instansi berwenang untuk segera menindak serta memberikan pembinaan terhadap usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) yang belum memiliki izin usaha. Menurutnya, praktik curang dan ilegal ini dapat merusak citra pariwisata Bali yang sedang berupaya pulih setelah pandemi COVID-19.
Sebelumnya, publik dihebohkan dengan video viral yang menampilkan seorang pegawai money changer di kawasan Junjungan, Ubud, berinisial GSDY, yang terekam mengurangi jumlah uang rupiah milik turis asing hingga sekitar Rp2 juta. Tempat penukaran uang tersebut belakangan diketahui tidak berizin.
Polsek Ubud kini tengah menangani kasus tersebut dan telah memeriksa pelaku untuk penyelidikan lebih lanjut. Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap praktik penukaran uang di kawasan wisata.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 18/20/PBI/2026, setiap KUPVA BB wajib memiliki izin usaha dari BI. Bank sentral memiliki kewenangan untuk mengawasi, memberikan pembinaan, serta menjatuhkan sanksi kepada pihak yang melanggar.
BI juga menyediakan kanal pelaporan bagi masyarakat melalui situs moneychangerbali.com untuk memeriksa daftar resmi KUPVA BB berizin di Bali dan tautan bit.ly/BI_Patrol untuk melaporkan dugaan usaha ilegal.
Hingga triwulan I-2025, BI Bali mencatat terdapat 137 kantor pusat dan 413 kantor cabang KUPVA bukan bank yang berizin dengan total transaksi mencapai Rp6,18 triliun, terdiri dari penjualan Rp3,12 triliun dan pembelian Rp3,05 triliun. (ap)
Ketua Afiliasi Penukaran Valuta Asing Bali, Ayu Astuti Dhama, menyatakan keberadaan money changer ilegal tersebut merugikan pelaku usaha resmi dan tidak memberikan kontribusi kepada negara.
“Kami keberatan dengan keberadaan mereka karena tidak berkontribusi kepada negara, tidak membayar pajak, dan menjalankan usaha serupa dengan kami yang memiliki izin,” ujar Ayu di Denpasar, Rabu (15/10).
Ayu meminta aparat dan instansi berwenang untuk segera menindak serta memberikan pembinaan terhadap usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) yang belum memiliki izin usaha. Menurutnya, praktik curang dan ilegal ini dapat merusak citra pariwisata Bali yang sedang berupaya pulih setelah pandemi COVID-19.
Sebelumnya, publik dihebohkan dengan video viral yang menampilkan seorang pegawai money changer di kawasan Junjungan, Ubud, berinisial GSDY, yang terekam mengurangi jumlah uang rupiah milik turis asing hingga sekitar Rp2 juta. Tempat penukaran uang tersebut belakangan diketahui tidak berizin.
Polsek Ubud kini tengah menangani kasus tersebut dan telah memeriksa pelaku untuk penyelidikan lebih lanjut. Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap praktik penukaran uang di kawasan wisata.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 18/20/PBI/2026, setiap KUPVA BB wajib memiliki izin usaha dari BI. Bank sentral memiliki kewenangan untuk mengawasi, memberikan pembinaan, serta menjatuhkan sanksi kepada pihak yang melanggar.
BI juga menyediakan kanal pelaporan bagi masyarakat melalui situs moneychangerbali.com untuk memeriksa daftar resmi KUPVA BB berizin di Bali dan tautan bit.ly/BI_Patrol untuk melaporkan dugaan usaha ilegal.
Hingga triwulan I-2025, BI Bali mencatat terdapat 137 kantor pusat dan 413 kantor cabang KUPVA bukan bank yang berizin dengan total transaksi mencapai Rp6,18 triliun, terdiri dari penjualan Rp3,12 triliun dan pembelian Rp3,05 triliun. (ap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar