DENPASAR, Lensabali.id - Sebanyak 14 orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kericuhan saat demonstrasi di Bali. Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa sebagian pelaku menggunakan grup Telegram sebagai sarana komunikasi.
“Para tersangka ini berkoordinasi lewat grup Telegram,” ungkap Dirreskrimum Polda Bali, Kombes I Gede Adhi Mulyawarman, dalam konferensi pers di Mapolda Bali, Selasa (16/9).
Menurut Adhi, grup Telegram itu ditemukan di ponsel beberapa tersangka, dengan jumlah anggota sebanyak 11 orang. Grup tersebut dibuat oleh seorang tersangka berinisial MF, yang kemudian mengajak anggotanya untuk menimbulkan kerusuhan. MF bahkan meminta bantuan anggota lain membeli bahan dan merakit bom molotov.
“Dia (MF) bilang, ‘ayo bantu saya bikin molotov,’” jelas Adhi.
Dari 14 tersangka, hanya MF dan satu orang lainnya yang aktif di grup tersebut, sementara sembilan anggota lain tidak ditangkap karena tidak berada di lokasi saat kerusuhan terjadi. Selain itu, polisi juga menemukan satu grup Telegram lain yang berisi ajakan untuk menyerang Polda Bali.
Dirreskrim Siber Polda Bali, Kombes Ranefli Dian Candra, menambahkan bahwa tidak ada media sosial yang secara langsung mengajak melakukan kerusuhan. Sejumlah akun hanya berisi sindiran atau penyampaian aspirasi yang tidak memenuhi unsur pidana dalam UU ITE.
“Kami harus membedakan mana media sosial yang sekadar menyampaikan aspirasi dan mana yang bersifat provokasi,” kata Ranefli.
Meski begitu, pihak kepolisian tetap melakukan pemantauan siber terhadap akun media sosial, grup Telegram, maupun WhatsApp. Polisi juga mengimbau masyarakat agar tidak menyebarkan provokasi atau ajakan aksi susulan.
“Pantauan siber terus kami lakukan. Kami harap tidak ada lagi provokasi agar kerusuhan tidak terulang,” tegas Ranefli. (dtk/ap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar