
DENPASAR, Lensabali.id – Restoran Mie Gacoan yang berlokasi di Jalan Teuku Umar Barat, Kota Denpasar, mengalami perubahan suasana setelah dihentikannya pemutaran lagu di seluruh gerai Mie Gacoan. Keputusan ini diduga diambil karena perusahaan belum memenuhi kewajiban pembayaran royalti atas pemakaian musik.
Windy Refayona, selaku Manajer Mie Gacoan, mengungkapkan bahwa ketiadaan musik cukup memengaruhi atmosfer restoran. Menurutnya, musik biasanya menjadi elemen penting di industri kuliner dan restoran untuk menciptakan kenyamanan dan menarik pelanggan.
“Perbedaannya cukup terasa, karena biasanya di tempat makan atau minum selalu ada musik. Itu salah satu daya tarik untuk konsumen juga,” jelas Windy pada Kamis (24/7).
Windy, yang mulai menjabat sejak Februari 2025, menyatakan belum mendapat kejelasan kapan larangan pemutaran musik akan berakhir, sebab hal ini masih dalam proses hukum dan ditangani langsung oleh kantor pusat.
Meskipun tanpa alunan musik, Windy menegaskan bahwa secara keseluruhan jumlah pelanggan tidak menurun drastis. Penurunan pengunjung hanya terasa pada hari Jumat, yang biasanya diisi dengan pertunjukan live music. Namun, dia mengaku belum memiliki data lengkap karena baru bergabung dengan tim.
Gerai Mie Gacoan di Teuku Umar Barat, lanjut Windy, tetap ramai dikunjungi baik pelanggan makan di tempat maupun lewat layanan pesan antar seperti ojek online. Restoran ini memiliki kapasitas sekitar 150 tempat duduk dan didukung oleh sekitar 50 karyawan. Ia menambahkan, absennya musik tidak mempengaruhi semangat kerja pegawai, karena fungsi musik lebih ditujukan untuk pengunjung.
“Musik hanya untuk menghibur pelanggan. Pegawai tetap menjalankan tugas secara profesional, baik ada atau tidak ada musik,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin (21/7), Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy mengumumkan bahwa Direktur PT Mitra Bali Sukses (pengelola Mie Gacoan), I Gusti Ayu Sasih Ira, telah ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan pelanggaran hak cipta terkait penggunaan musik tanpa izin resmi.
Menurut Ariasandy, penghitungan nilai kerugian didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, yang mengatur besaran tarif royalti untuk restoran. Rumusnya adalah jumlah kursi dikalikan Rp120.000, dikalikan satu tahun, lalu dikalikan jumlah total outlet yang menyebabkan potensi kerugian mencapai angka miliaran rupiah.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari laporan masyarakat pada 26 Agustus 2024, yang kemudian ditindaklanjuti hingga naik ke tahap penyidikan pada Januari 2025.
Pelaporan dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), yang mewakili produser musik dan pelaku pertunjukan dalam pengelolaan royalti dari penggunaan karya di ruang publik. Dalam proses hukum ini, SELMI diwakili oleh manajer lisensinya, Vanny Irawan, berdasarkan surat kuasa resmi dari lembaga tersebut. (kmp/ap)
Windy Refayona, selaku Manajer Mie Gacoan, mengungkapkan bahwa ketiadaan musik cukup memengaruhi atmosfer restoran. Menurutnya, musik biasanya menjadi elemen penting di industri kuliner dan restoran untuk menciptakan kenyamanan dan menarik pelanggan.
“Perbedaannya cukup terasa, karena biasanya di tempat makan atau minum selalu ada musik. Itu salah satu daya tarik untuk konsumen juga,” jelas Windy pada Kamis (24/7).
Windy, yang mulai menjabat sejak Februari 2025, menyatakan belum mendapat kejelasan kapan larangan pemutaran musik akan berakhir, sebab hal ini masih dalam proses hukum dan ditangani langsung oleh kantor pusat.
Meskipun tanpa alunan musik, Windy menegaskan bahwa secara keseluruhan jumlah pelanggan tidak menurun drastis. Penurunan pengunjung hanya terasa pada hari Jumat, yang biasanya diisi dengan pertunjukan live music. Namun, dia mengaku belum memiliki data lengkap karena baru bergabung dengan tim.
Gerai Mie Gacoan di Teuku Umar Barat, lanjut Windy, tetap ramai dikunjungi baik pelanggan makan di tempat maupun lewat layanan pesan antar seperti ojek online. Restoran ini memiliki kapasitas sekitar 150 tempat duduk dan didukung oleh sekitar 50 karyawan. Ia menambahkan, absennya musik tidak mempengaruhi semangat kerja pegawai, karena fungsi musik lebih ditujukan untuk pengunjung.
“Musik hanya untuk menghibur pelanggan. Pegawai tetap menjalankan tugas secara profesional, baik ada atau tidak ada musik,” katanya.
Sebelumnya, pada Senin (21/7), Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy mengumumkan bahwa Direktur PT Mitra Bali Sukses (pengelola Mie Gacoan), I Gusti Ayu Sasih Ira, telah ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan pelanggaran hak cipta terkait penggunaan musik tanpa izin resmi.
Menurut Ariasandy, penghitungan nilai kerugian didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, yang mengatur besaran tarif royalti untuk restoran. Rumusnya adalah jumlah kursi dikalikan Rp120.000, dikalikan satu tahun, lalu dikalikan jumlah total outlet yang menyebabkan potensi kerugian mencapai angka miliaran rupiah.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari laporan masyarakat pada 26 Agustus 2024, yang kemudian ditindaklanjuti hingga naik ke tahap penyidikan pada Januari 2025.
Pelaporan dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), yang mewakili produser musik dan pelaku pertunjukan dalam pengelolaan royalti dari penggunaan karya di ruang publik. Dalam proses hukum ini, SELMI diwakili oleh manajer lisensinya, Vanny Irawan, berdasarkan surat kuasa resmi dari lembaga tersebut. (kmp/ap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar